Senin, 18 April 2011

Ada - ada saja

Mengenali Diri Anda Dari Panjang Jari Tangan

Minggu, 27 Mei 2007
oleh Catshade
Diambil dari WikipediaPalmistri, atau ilmu membaca tangan, adalah salah satu ilmu semu (pseudoscience) yang masih cukup bertahan hingga abad modern ini. Asumsi dasarnya adalah adanya garis-garis tertentu di telapak tangan anda yang menggambarkan kepribadian anda dalam bidang-bidang tertentu. Sebagai contoh, garis yang dimulai dari bawah tengah telapak tangan dan kemudian berbelok ke sela antara jempol dan telunjuk (disebut life line) diyakini menggambarkan vitalitas, kekuatan, dan kesehatan si empunya tangan. Tidak hanya itu, palmistri juga mengasumsikan guratan-guratan itu dapat menandakan seperti apa masa depan anda. Garis yang disebutkan di atas tadi, misalnya, dipercaya dapat meramalkan perubahan-perubahan penting dalam hidup, seperti bencana atau kecelakaan.
Tentu pola pikir semacam ini tidak mendapat tempat dalam ilmu pengetahuan yang sesungguhnya. Namun, ilmu pengetahuan mengakui kalau dirinya tak sempurna; ia tetap terbuka pada pada perkembangan dan kemajuan baru selama telah melewati kaidah keilmuan yang benar. Termasuk soal palmistri ini: beberapa penelitian ilmiah telah menemukan bahwa memang ada hubungan antara tangan –jari tangan untuk lebih spesifiknya– dengan berbagai karakteristik pikiran dan kepribadian kita.

Dari Nilai Tes, Daya Tarik, Hingga Kecenderungan Homoseksual
Baru-baru ini, Yahoo!News (via LiveScience.com) mengutip temuan Mark Brosnan dari University of Bath, yang melihat hubungan antara perbedaan panjang jari telunjuk dan jari manis pada anak-anak sekolah dengan nilai SAT (Scholastic Assessment Test) mereka, sebuah tes kemampuan akademik yang umum digunakan di Inggris. Brosnan menemukan bahwa anak-anak yang memiliki jari manis yang lebih panjang dibandingkan jari telunjuk memiliki nilai matematika yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai bahasanya (menulis dan pemahaman bacaan). Sebaliknya, anak-anak dengan jari telunjuk yang lebih panjang pun nilai bahasanya lebih tinggi dibandingkan nilai matematikanya.
Ada lagi beberapa penelitian mengenai hal ini yang terkait dengan karakteristik laki-laki. LiveScience.com pada tahun 2005 melaporkan temuan University of Alberta mengenai perbedaan panjang jari manis versus telunjuk pada laki-laki yang terkait dengan agresivitas. Menurut Peter Hurd, penelitinya, semakin lebih panjang jari manis dibandingkan dengan telunjuk, semakin besar pula tingkat agresivitas yang dimiliki laki-laki yang menjadi subyek penelitian. Pada tahun yang sama, Hurd bersama rekannya Allison Bailey juga menemukan bahwa laki-laki yang perbedaan panjang jari telunjuk-manisnya kecil atau hampir tidak ada, lebih rentan terkena depresi. Tahun 2004, Roney dan Maestripieri meneliti mengenai perbedaan panjang jari ini pada laki-laki dan pengaruhnya pada interaksi sosial dengan perempuan. Hasilnya, laki-laki yang dinilai lebih menarik secara fisik dan dilihat lebih agresif melakukan PDKT (courtship behaviors) oleh perempuan ternyata cenderung memiliki perbedaan panjang jari telunjuk-manis yang lebih besar.
Terakhir, John T. Manning pada tahun 2002 menulis mengenai perbedaan ini dalam bukunya, Digit Ratio: A Pointer to Fertility and Human Health. Laki-laki yang perbedaan panjang jarinya besar cenderung lebih subur, lebih lama masa reproduktifnya, lebih agresif dan asertif, memiliki kemampuan musik dan olahraga yang lebih tinggi, namun juga lebih tinggi kecenderungannya memiliki orientasi homoseksual atau biseksual. Bagaimana dengan laki-laki yang perbedaan panjang jarinya kecil atau tidak ada? Jangan kuatir, anda hanya lebih rentan terkena penyakit jantung di masa muda. Hasil yang berlawanan ditemukan pada perempuan. Perempuan yang perbedaan panjang jarinya besar cenderung memiliki orientasi homoseksual atau biseksual serta lebih agresif dan asertif, sementara yang perbedaan panjang jarinya kecil atau tidak ada cenderung lebih subur, lebih lama masa reproduktifnya, namun berisiko lebih tinggi mengidap kanker payudara.
Sumber Biologis dan Signifikansinya
Kalau anda sekarang tidak bertanya-tanya mengenai apa hubungannya panjang jari tangan dengan semua ini, anda pasti sedang mencari-cari cara untuk memanjangkan atau memendekkan salah satu jari anda. Untuk itu, ada kabar buruk dan kabar baik buat anda. Kabar buruknya, perbedaan ini ditentukan ketika anda masih merupakan seonggok janin di trimester pertama kehidupan anda di dalam rahim, sehingga tidak ada satu halpun yang bisa anda lakukan untuk mengubahnya. Rupanya, hal ini terkait dengan paparan hormon-hormon seksual, yaitu androgen dan testosteron, pada janin. Hormon testosteron (yang dominan dimiliki laki-laki), ternyata, kemudian mempengaruhi perkembangan panjang jari manis, sementara hormon androgen (yang dominan dimiliki perempuan) mempengaruhi perkembangan panjang telunjuk.
Lalu apa kabar baiknya? Meskipun terdapat keterkaitan, namun secara statistik kaitan antara perbedaan panjang jari dengan hal-hal di atas tidak terlalu besar. Dari penelitian yang dilakukan Hurd (2005), misalnya, diketahui bahwa perbedaan panjang jari hanya menyumbang 5% terhadap agresivitas, sementara 95%-nya ditentukan faktor-faktor lain (di sisi lain juga harus dicatat, sumbangan 5% dari hal sesepele panjang jari tangan bisa dikatakan cukup lumayan juga). Selain itu, ternyata faktor ras kemungkinan juga mempengaruhi panjang jari tangan, sehingga penelitian-penelitian yang dilakukan di atas belum tentu menghasilkan temuan yang sama jika digunakan orang-orang Asia sebagai sampelnya. Karena itu, untuk saat ini sepertinya lebih baik jika anda belajar lebih tekun atau mengasah kemampuan komunikasi anda jika ingin sukses dalam ujian atau mencari pacar.
Sumber:
Kumpulan Tautan Penelitian Mengenai Tangan:

Selera musik............ bisa juga

Mengetahui Kepribadian dari Selera Musik Anda

Minggu, 7 September 2008
tags: ,
oleh Catshade
Entah sadar atau tidak, kita sering ‘memamerkan’ seperti apa diri kita melalui perilaku-perilaku yang bisa kita tampilkan di ruang publik: Gaya berpakaian yang kita kenakan, film yang kita tonton di bioskop, makanan yang kita santap di restoran, atau buku dan majalah yang kita baca. Bagaimana dengan musik yang kita dengar?
Profesor Adrian North dari Heriot-Watt University di Skotlandia meneliti hal ini dengan melakukan survei kepada lebih dari 36000 orang di berbagai belahan dunia mengenai kepribadian mereka dan preferensi mereka terhadap 104 genre musik yang berbeda. Sebagian hasilnya dapat anda baca dalam cuplikan berita dari Reuters yang saya tampilkan di bawah ini. Sayang tidak disebut-sebut mengenai musik dangdut atau musik daerah lainnya, tapi mungkin itu bisa disetarakan dengan musik country?
Saat ini, profesor North sedang membuat penelitian lanjutan mengenai hubungan antara selera musik dengan hubungan romantis anda. Tertarik untuk berpartisipasi? Silakan berkunjung ke situsnya (http://www.peopleintomusic.com/) dan mengisi kuesioner yang telah disediakan.

zOne Psikologi


Semua tentang pikiran dan perilaku manusia

10 ‘Kepribadian Ganda’ Orang-Orang Kreatif

Minggu, 14 September 2008
oleh Catshade
Beberapa orang kreatif itu memang juga sekaligus gila, tapi tentu tidak semuanya. Rasanya kita tahu beberapa kisah mengenai tokoh-tokoh kreatif yang sebenarnya baik-baik saja, tapi pada awal karirnya dikira kurang waras atau pada masa kecilnya malah dianggap agak idiot. Hingga kini, bahkan ekspresi kekaguman kita terhadap manusia semacam ini berbentuk gelengan kepala yang menunjukkan sejumput rasa tidak percaya dan tidak mengerti. Apa yang membuat kita sulit sekali untuk memahami mereka?
Menurut Mihaly Csikszentmihalyi, seorang pakar kreativitas yang telah 30 tahun meneliti kehidupan orang-orang kreatif, kesalahpahaman dalam menghadapi mereka sering timbul karena pada dasarnya individu yang kreatif memang memiliki kepribadian yang lebih kompleks dibanding orang lain. Jika kepribadian manusia biasa pada umumnya memiliki kecenderungan ke arah tertentu, maka kepribadian orang kreatif terdiri dari sifat-sifat berlawanan yang terus-menerus ‘bertarung’, tapi di sisi lain juga hidup berdampingan dalam satu tubuh. Apa saja sifat-sifat kontradiktif mereka?

Orang-orang kreatif memiliki tingkat energi yang tinggi, tapi mereka juga membutuhkan waktu lama untuk beristirahat. Mereka tahan berkonsentrasi dalam waktu yang lama tanpa merasa jenuh, lapar, atau gatal-gatal karena belum mandi. Tapi begitu sudah selesai, mereka juga bisa menghabiskan waktu berhari-hari untuk mengisi ulang tenaga mereka; Di mata orang luar, mereka jadi terlihat seperti orang termalas di dunia.
Orang-orang kreatif pada umumnya juga cerdas, tapi di sisi lain mereka tidak segan-segan untuk berpikir ala orang goblok dalam memandang persoalan. Ketimbang terpaku sejak awal pada satu macam penyelesaian (‘cara yang benar’), mereka memulai pemecahan masalah dengan berpikir divergen: Mengeluarkan sebanyak mungkin dan seberagam mungkin ide yang terpikir, tak peduli betapa bodoh kedengarannya.
Orang-orang kreatif adalah orang yang playful, tapi mereka juga penuh disiplin dan ketekunan. Tidak seperti dewasa lainnya yang melihat dunia dengan kacamata super-serius, orang-orang kreatif memandang bidang peminatan mereka seperti taman ria. Mereka melakukan pekerjaannya dengan begitu antusias sehingga terkesan seperti sedang bermain-main, padahal sebenarnya mereka juga bekerja keras mewujudkan ‘mainannya’.
Pikiran orang-orang kreatif selalu penuh imajinasi dan fantasi, tapi mereka juga tak lupa untuk tetap kembali ke realitas. Mereka mampu menelurkan ide-ide gila yang belum pernah tercetus oleh 6 milyar manusia lain, tapi yang membuat mereka bukan sekedar pemimpi di siang bolong adalah usaha mereka untuk menjembatani dunia khayalan mereka dengan kenyataan sehingga orang lain bisa ikut mengerti dan menikmatinya.
Orang-orang kreatif cenderung bersifat introvert dan ekstrovert. Pada kebanyakan orang lain, biasanya ada satu sifat yang cenderung lebih mendominasi perilakunya sehari-hari, tapi kedua sifat itu tampaknya muncul dalam porsi yang setara pada orang-orang kreatif. Mereka sangat menikmati baik pergaulan dengan orang lain (terutama dengan orang-orang kreatif lain yang sehobi) maupun kesendirian total ketika mengerjakan sesuatu.
Orang-orang kreatif biasanya rendah hati, namun juga bangga akan pencapaiannya. Mereka sadar bahwa ide-ide mereka tidak muncul begitu saja, melainkan hasil olahan inspirasi dan pengetahuan yang diperoleh dari lingkungan dan tokoh-tokoh kreatif yang menjadi panutan mereka. Mereka juga terfokus pada rencana masa depan atau pekerjaan saat ini sehingga prestasi di masa lalu tidak sebegitu berartinya bagi mereka.
Orang-orang kreatif adalah androgini; Mereka mendobrak batas-batas yang kaku dari stereotipe gender mereka. Laki-laki yang kreatif biasanya lebih sensitif dan kurang agresif dibanding laki-laki lain yang tidak begitu kreatif, sementara perempuan yang kreatif juga lebih dominan dan ‘keras’ dibanding perempuan pada umumnya.
Orang-orang kreatif adalah pemberontak, tapi pada saat yang sama mereka tetap menghargai tradisi lama. Tentu sulit menyematkan nilai kreativitas pada sebuah teori atau karya yang tidak mengandung sesuatu yang baru, tapi orang-orang kreatif tidak ingin membuat sesuatu yang sekedar berbeda dari yang sudah ada; Ada unsur ‘perbaikan’ atau ‘peningkatan’ yang harus dipenuhi, dan itu hanya bisa dilakukan setelah orang-orang kreatif cukup memahami aturan-aturan dasarnya untuk bisa menerabasnya.
Orang-orang kreatif sangat bersemangat mendalami pekerjaannya, tapi mereka juga bisa sangat obyektif menilai hasilnya. Tanpa hasrat yang menggebu-gebu, mereka mungkin sudah menyerah sebelum sempat mewujudkan ide kreatif mereka yang sulit dinyatakan, tapi mereka juga tidak dapat menghasilkan sesuatu yang benar-benar hebat tanpa kemampuan untuk mengkritik diri dan karya sendiri habis-habisan.
Orang-orang kreatif pada umumnya lebih terbuka terhadap hal-hal baru dan sensitif pada lingkungan. Sifat ini menyenangkan mereka (karena mendukung proses kreatif), tapi juga membuat mereka sering gelisah -bahkan menderita. Sesuatu yang tidak beres di sekitar mereka, kritik dan cemooh terhadap hasil karya, atau pencapaian yang tidak dihargai sebagaimana mestinya, hal-hal ini mengganggu orang kreatif lebih dari orang biasa.
Sumber:

dEjA vU

Deja Vu dan Asal-Usulnya

Rabu, 1 Agustus 2007
oleh Catshade
Diambil dari xnet.kp.org via google imageHampir semua dari kita pernah mengalami apa yang dinamakan deja vu: sebuah perasaan aneh yang mengatakan bahwa peristiwa baru yang sedang kita rasakan sebenarnya pernah kita alami jauh sebelumnya. Peristiwa ini bisa berupa sebuah tempat baru yang sedang dikunjungi, percakapan yang sedang dilakukan, atau sebuah acara TV yang sedang ditonton. Lebih anehnya lagi, kita juga seringkali tidak mampu untuk dapat benar-benar mengingat kapan dan bagaimana pengalaman sebelumnya itu terjadi secara rinci. Yang kita tahu hanyalah adanya sensasi misterius yang membuat kita tidak merasa asing dengan peristiwa baru itu.
Keanehan fenomena deja vu ini kemudian melahirkan beberapa teori metafisis yang mencoba menjelaskan sebab musababnya. Salah satunya adalah teori yang mengatakan bahwa deja vu sebenarnya berasal dari kejadian serupa yang pernah dialami oleh jiwa kita dalam salah satu kehidupan reinkarnasi sebelumnya di masa lampau. Bagaimana penjelasan ilmu psikologi sendiri?

Terkait dengan Umur dan Penyakit Degeneratif
Pada awalnya, beberapa ilmuwan beranggapan bahwa deja vu terjadi ketika sensasi optik yang diterima oleh sebelah mata sampai ke otak (dan dipersepsikan) lebih dulu daripada sensasi yang sama yang diterima oleh sebelah mata yang lain, sehingga menimbulkan perasaan familiar pada sesuatu yang sebenarnya baru pertama kali dilihat. Teori yang dikenal dengan nama “optical pathway delay” ini dipatahkan ketika pada bulan Desember tahun lalu ditemukan bahwa orang butapun bisa mengalami deja vu melalui indra penciuman, pendengaran, dan perabaannya.
Selain itu, sebelumnya Chris Moulin dari University of Leeds, Inggris, telah menemukan pula penderita deja vu kronis: orang-orang yang sering dapat menjelaskan secara rinci peristiwa-peristiwa yang tidak pernah terjadi. Mereka merasa tidak perlu menonton TV karena merasa telah menonton acara TV tersebut sebelumnya (padahal belum), dan mereka bahkan merasa tidak perlu pergi ke dokter untuk mengobati ‘penyakit’nya karena mereka merasa sudah pergi ke dokter dan dapat menceritakan hal-hal rinci selama kunjungannya! Alih-alih kesalahan persepsi atau delusi, para peneliti mulai melihat sebab musabab deja vu ke dalam otak dan ingatan kita.
Baru-baru ini, sebuah eksperimen pada tikus mungkin dapat memberi pencerahan baru mengenai asal-usul deja vu yang sebenarnya. Susumu Tonegawa, seorang neuroscientist MIT, membiakkan sejumlah tikus yang tidak memiliki dentate gyrus, sebuah bagian kecil dari hippocampus, yang berfungsi normal. Bagian ini sebelumnya diketahui terkait dengan ingatan episodik, yaitu ingatan mengenai pengalaman pribadi kita. Ketika menjumpai sebuah situasi, dentate gyrus akan mencatat tanda-tanda visual, audio, bau, waktu, dan tanda-tanda lainnya dari panca indra untuk dicocokkan dengan ingatan episodik kita. Jika tidak ada yang cocok, situasi ini akan ‘didaftarkan’ sebagai pengalaman baru dan dicatat untuk pembandingan di masa depan.
Menurut Tonegawa, tikus normal mempunyai kemampuan yang sama seperti manusia dalam mencocokkan persamaan dan perbedaan antara beberapa situasi. Namun, seperti yang telah diduga, tikus-tikus yang dentate gyrus-nya tidak berfungsi normal kemudian mengalami kesulitan dalam membedakan dua situasi yang serupa tapi tak sama. Hal ini, tambahnya, dapat menjelaskan mengapa pengalaman akan deja vu meningkat seiring bertambahnya usia atau munculnya penyakit-penyakit degeneratif seperti Alzheimer: kehilangan atau rusaknya sel-sel pada dentate gyrus akibat kedua hal tersebut membuat kita sulit menentukan apakah sesuatu ‘baru’ atau ‘lama’.
Menciptakan ‘Deja Vu’ dalam Laboratorium
Salah satu hal yang menyulitkan para peneliti dalam mengungkap misteri deja vu adalah kemunculan alamiahnya yang spontan dan tidak dapat diperkirakan. Seorang peneliti tidak dapat begitu saja meminta partisipan untuk datang dan ‘menyuruh’ mereka mengalami deja vu dalam kondisi lab yang steril. Deja vu pada umumnya terjadi dalam kehidupan sehari-hari, di mana tidak mungkin bagi peneliti untuk terus-menerus menghubungkan partisipan dengan alat pemindai otak yang besar dan berat. Selain itu, jarangnya deja vu terjadi membuat mengikuti partisipan kemana-mana setiap saat bukanlah hal yang efisien dan efektif untuk dilakukan. Namun beberapa peneliti telah berhasil mensimulasikan keadaan yang mirip deja vu.
Seperti yang dilaporkan LiveScience, Kenneth Peller dari Northwestern University menemukan cara yang sederhana untuk membuat seseorang memiliki ‘ingatan palsu’. Para partisipan diperlihatkan sebuah gambar, namun mereka diminta untuk membayangkan sebuah gambar yang lain sama sekali dalam benak mereka. Setelah dilakukan beberapa kali, para partisipan ini kemudian diminta untuk memilih apakah suatu gambar tertentu benar-benar mereka lihat atau hanya dibayangkan. Ternyata gambar-gambar yang hanya dibayangkan partisipan seringkali diklaim benar-benar mereka lihat. Karena itu, deja vu mungkin terjadi ketika secara kebetulan sebuah peristiwa yang dialami seseorang serupa atau mirip dengan gambaran yang pernah dibayangkan.
LiveScience juga melaporkan percobaan Akira O’Connor dan Chris Moulin dari University of Leeds dalam menciptakan sensasi deja vu melalui hipnosis. Para partisipan pertama-tama diminta untuk mengingat sederetan daftar kata-kata. Kemudian mereka dihipnotis agar mereka ‘melupakan’ kata-kata tersebut. Ketika para partisipan ini ditunjukkan daftar kata-kata yang sama, setengah dari mereka melaporkan adanya sensasi yang serupa seperti dejavu, sementara separuhnya lagi sangat yakin bahwa yang mereka alami adalah benar-benar deja vu. Menurut mereka hal ini terjadi karena area otak yang terkait dengan familiaritas diganggu kerjanya oleh hipnosis.
Sumber:
Entri Wikipedia Mengenai Deja Vu (lihat juga beberapa tautan yang diberikan di sana untuk bacaan lebih lanjut)

Membaca Pikiraan Yuuuuk.........

Membaca Pikiran Orang Lain Dalam Kehidupan Sehari-hari

Selasa, 25 Desember 2007
tags:
oleh toso
Banyak anggapan bahwa membaca pikiran adalah pekerjaan seorang psikolog, paranormal atau bahkan dukun. Namun, percaya atau tidak, dalam kehidupan sehari-hari, anda semua adalah seorang pembaca pikiran. Sebab, tanpa kemampuan untuk mengetahui pikiran serta perasaan orang lain, kita semua tak akan mampu menghadapi situasi sosial semudah apapun. Dengan membaca pikiran, kita dapat membuat perkiraan tentang tingkah laku seseorang lalu membuat kita dapat menentukan keputusan berikutnya.
Jika kita melakukan pembacaan ini dengan buruk, dampaknya bisa serius: konflik bisa saja terjadi akibat kesalahpahaman. Contoh yang nyata kesulitan mengenali pikiran dan perasaan orang lain—mindblindness, dapat dilihat pada penyandang autisme, dimana ketidakmampuan tersebut menjadi suatu kondisi yang mengganggu.
Kemampuan membaca pikiran ini, yang oleh William Ickes—profesor psikologi di University of Texas, disebut sebagai emphatic accuracy.
Darimana asalnya?
Kemampuan (terbatas) kita untuk membaca pikiran menurut Ross Buck–profesor Communication Sciences di University of Connecticut, memiliki sejarah yang amat panjang. Dikatakannya bahwa, melalui jutaan tahun evolusi, sistem komunikasi manusia berkembang menjadi lebih rumit saat kehidupan juga menjadi lebih kompleks. Membaca pikiran lantas menjadi alat untuk menciptakan dan menjaga keteraturan sosial; seperti membantu mengetahui kapan harus menyetujui sebuah komitmen dengan pasangan atau melerai perselisihan dengan tetangga.
Kemampuan ini sendiri muncul sejak manusia dilahirkan. Bayi yang baru lahir lebih menyukai wajah seseorang dibandingkan stimulus lainnya, dan bayi berusia beberapa minggu sudah mampu menirukan ekspresi wajah. Dalam 2 bulan, bayi sudah dapat memahami dan berespon terhadap keadaan emosional dari pengasuhnya. Nancy Eisenberg, profesor psikologi di Arizona State University dan ahli dalam perkembangan emosional, menuturkan bahwa bayi berusia 1 tahun mampu mengamati ekspresi orang dewasa dan menggunakannya untuk menentukan tingkah laku berikutnya. Lanjutnya, bayi usia 2 tahun mampu menyimpulkan keinginan orang lain dari tatapan matanya, dan di usia 3 tahun, bayi dapat mengenali ekspresi wajah gembira, sedih atau marah. Saat menginjak usia 5 tahun, bayi sudah memiliki kemampuan dasar untuk membaca pikiran orang lain; mereka telah memiliki “teori pikiran.” Bayi tersebut mampu memahami bahwa orang lain memiliki pemikiran, perasaan dan kepercayaan yang berbeda dengan yang mereka miliki.
Anak-anak tadi mengembangkan kemampuan membaca pikiran dengan mengamati pembicaraan orang dewasa, dimana mereka membedakan kompleksitas aturan dan interaksi sosial. Selain itu, kegiatan bermain dengan teman sebaya juga dapat melatih anak untuk membaca pikiran anak lainnya. Namun, tak semua anak bisa mengembangkan kemampuan ini. Anak-anak yang mengalami penelantaran dan kekerasan cenderung mengalami hambatan dalam mengembangkan kemampuan membaca pikiran ini. Sebagai contoh, anak yang dibesarkan dalam keluarga yang penuh dengan kekerasan, mungkin akan jauh lebih peka terhadap ekspresi marah, walaupun sesungguhnya emosi marah tidak muncul.
Lanjut lagi, kemampuan membaca pikiran yang lebih maju biasa muncul pada masa remaja akhir. Hal ini terjadi karena kemampuan untuk menyimpan perspektif dari beberapa orang di saat yang sama—dan lalu mengintegrasikannya dengan pengetahuan kita dan orang yang bersangkutan itu—seringkali membutuhkan kemampuan otak yang sudah jauh berkembang.
Bagaimana Membaca Pikiran?
Membaca bahasa tubuh adalah komponen inti dari membaca pikiran. Lewat bahasa tubuh, kita bisa mengetahui emosi dasar seseorang. Peneliti menemukan bahwa ketika seseorang mengamati gerak tubuh orang lain, mereka dapat mengenali emosi sedih, marah, gembira, takut dll, bahkan ketika pengamatan hanya dilakukan dengan pencahayaan yang minim.
Ekspresi wajah juga merupakan penanda bagi kita untuk dapat mengetahui apa yang dipikirkan orang lain. Namun sayangnya, banyak dari kita yang tidak mampu untuk mendeteksi ekpresi ini. Salah satu sumber yang kaya akan penanda ini adalah mata seseorang; otot-otot di sekitar mata. Mata seseorang adalah sumber penanda yang paling kaya jika dibandingkan bagian lain yang ada di wajah. Contohnya: mata yang turun ketika sedih, terbuka lebar ketika takut, terlihat tidak fokus kala sedang berkhayal, menatap tajam penuh kecemburuan, atau menatap sekitarnya ketika tidak sabar.
Kita dapat semakin tahu pikiran orang lain dari komponen-komponen dalam percakapan—kata-kata, gerak tubuh, dan nada suara. Namun diantara ketiganya, Ickes menemukan bahwa isi pembicaraan menjadi komponen terpenting dalam membaca pikiran dengan baik.
Menjadi Pembaca Pikiran Ulung
Lalu, bagaimana kita bisa menjadi seorang pembaca pikiran yang lebih baik? Tim dari Psychology Today telah merumuskan beberapa hal yang bisa membantu kita membaca pikiran.
Kenalilah orang lain. “Kemampuan membaca pikiran akan meningkat, semakin kita mengenal lawan bicara kita,” kata William Ickes. Jika kita berinteraksi dengan seseorang selama kurang lebih sebulan, kita akan lebih mudah untuk mengenali apa yang ia pikirkan dan rasakan. Hal tersebut dapat terjadi karena: kita mampu mengartikan kata-kata dan tidakan orang lain dengan lebih tepat, setelah mengamatinya dalam berbagai situasi; kedua, kita mengetahui apa yang terjadi dalam hidup mereka, dan mampu menggunakan pengetahuan itu untuk memahami mereka dalam konteks yang lebih luas.
Minta umpan balik. Penelitian menunjukkan bahwa kita dapat meningkatkan kemampuan membaca dengan cara menanyakan kebenaran dari tebakan kita. Misalnya, “Saya mendengar, sepertinya Engkau sedang marah. Benar tidak?”
Perhatikan bagian atas dari wajah. Emosi yang palsu, biasanya diungkapkan pada bagian bawah wajah seseorang. Sedangkan, menurut Calin Prodan—profesor neurologi di University of Oklahoma Health Sciences Center, emosi utama bisa dilihat dari sebagian ke atas wajah, biasanya di sekitar mata.
Lebih ekspresif. Ekspresivitas emosi cenderung timbal balik. Ross Buck, “semakin kita ekspresif, semakin banyak pula kita akan mendapat informasi mengenai kondisi emosional dari orang lain di sekitar kita.”

Santai. Menurut Lavinia Plonka, pengarang Walking Your Talk, seseorang cenderung “menyamakan diri” dengan lawan bicaranya melalui postur tubuh dan pola napas. Jika anda merasa tegang, teman bicara anda bisa saja, secara tak sadar, menjadi tegang pula lalu terhambat, dan akhirnya menjadi sulit untuk dibaca. Ambillah napas panjang, senyumlah, dan coba untuk menampilkan keterbukaan dan penerimaan kepada siapapun yang bersama anda.
Tinjauan Kritis
Perlu kita ingat, bahwa ekspresi emosi bisa berbeda di berbagai budaya. Ekspresi sedih di satu budaya, bisa jadi diinterpretasikan sebagai emosi lain di budaya lain. Jadi jika ingin membaca seseorang, kita perlu memperhatikan pula unsur budaya yang berlaku di tempat tinggal orang itu, jangan sampai salah menebak, atau bahkan memicu terjadinya kesalahpahaman.
Kita juga tak bisa mengesampingkan fenomena membaca pikiran ini sebagai sebuah fenomena yang biasa diasosisasikan dengan kemampuan supranatural, sebab percaya tidak percaya, memang ada orang-orang yang memiliki kemampuan untuk membaca pikiran yang sulit dijelaskan ilmu pengetahuan. Setidaknya penulis telah menemukan beberapa orang dengan kemampuan membaca pikiran, yang bahkan mampu melihat masa depan dan berbagai macam hal yang sulit diterima nalar.
Sumber Pustaka
Mind Reading – Psychology Today
How To Be a Better Mind Reader – Psychology Today

9 TIPE KEPRIBADIAN

Mengenal 9 Tipe Kepribadian Manusia Dengan Lebih Asyik

Sabtu, 16 Juni 2007
tags:
oleh toso
Enneagram * Judul : Eneagram
* Jenis : Psikologi Kepribadian Populer
* Pengarang : Renee Baron dan Elizabeth Wagele
* Penerbit : PT Serambi Ilmu Semesta
* Tahun Terbit : Desember 2005
* Halaman : 180
* Harga : Rp. 29.900,-
Kepribadian manusia selalu menjadi tema yang menarik untuk dicari tahu, apalagi kepribadian kita sendiri. Rasa ingin tahu tersebutlah yang lantas membuat banyak orang pergi ke psikolog untuk menjalani tes-tes kepribadian. Semua ini dilakukan demi mengetahui “seperti apa sesungguhnya diri kita ini?”
Enneagram
Selain dengan mengikuti tes-tes psikologi, ada satu metode yang bisa digunakan untuk mengetahui kepribadian yaitu menggunakan enneagram. Enneagram diartikan sebagai “sebuah gambar bertitik sembilan”. Metode ini dikabarkan telah ada sejak ratusan tahun yang lalu dan diajarkan secara lisan dalam suatu kelompok sufi di Timur Tengah, hingga akhirnya mulai berkembang di Amerika Serikat sekitar tahun 1960-an. Kepribadian manusia dalam sistem enneagram, terbagi menjadi 9 tipe. Renee Baron dan Elizabeth Wagele, lewat buku yang berjudul enneagram, berusaha untuk menjelaskan kesembilan tipe tersebut agar lebih mudah dimengerti.
Sembilan Tipe Kepribadian Manusia
Kesembilan tipe kepribadian tersebut adalah :
Tipe 1 perfeksionis
Orang dengan tipe ini termotivasi oleh kebutuhan untuk hidup dengan benar, memperbaiki diri sendiri dan orang lain dan menghindari marah.
Tipe 2 penolong
Tipe kedua dimotivasi oleh kebutuhan untuk dicintai dan dihargai, mengekspresikan perasaan positif pada orang lain, dan menghindari kesan membutuhkan.
Tipe 3 pengejar prestasi
Para pengejar prestasi termotivasi oleh kebutuhan untuk menjadi orang yang produktif, meraih kesuksesan, dan terhindar dari kegagalan.
Tipe 4 romantis
Orang tipe romantis termotivasi oleh kebutuhan untuk memahami perasaan diri sendiri serta dipahami orang lain, menemukan makna hidup, dan menghindari citra diri yang biasa-biasa saja.
Tipe 5 pengamat
Orang tipe ini termotivasi oleh kebutuhan untuk mengetahui segala sesuatu dan alam semesta, merasa cukup dengan diri sendiri dan menjaga jarak, serta menghindari kesan bodoh atau tidak memiliki jawaban.
Tipe 6 pencemas
Orang tipe 6 termotivasi oleh kebutuhan untuk mendapatkan persetujuan, merasa diperhatikan, dan terhindar dari kesan pemberontak.
Tipe 7 petualang
Tipe 7 termotivasi oleh kebutuhan untuk merasa bahagia serta merencanakan hal-hal menyenangkan, memberi sumbangsih pada dunia, dan terhindar dari derita dan dukacita.
Tipe 8 pejuang
Tipe pejuang termotivasi oleh kebutuhan untuk dapat mengandalkan diri sendiri, kuat, memberi pengaruh pada dunia, dan terhindar dari kesan lemah.
Tipe 9 pendamai
Para pendamai dimotivasi oleh kebutuhan untuk menjaga kedamaian, menyatu dengan orang lain dan menghindari konflik.
Panah dan Sayap
panah dan sayap dalam enneagram Setiap tipe pada enneagram berhubungan langsung dengan 2 tipe lainnya yang disebut sebagai panah. Tipe 1 berhubungan dengan tipe 7 dan 4, tipe 2 dengan tipe 8 dan 4, dst (lihat gambar). Dinamika hubungan antar tipe ini terjadi sebagai berikut : jika dalam keadaan rileks tipe 1 akan mengambil karakter positif dari tipe 7, dan jika dalam keadaan tertekan akan mengambil karakter negatif dari panah sebaliknya, yaitu tipe 4. Sebagai contoh, tipe 1 yang mengambil sisi positif tipe 7 tidak akan terlalu mengkritik diri serta lebih menerima diri, lebih antusias dan optimis, bertindak lebih alami dan spontan. Sedangkan jika sedang tertekan akan mengarahkan kemarahan ke dalam diri sendiri lalu menjadi depresi, hilang kepercayaan diri, dan menginginkan apa yang tidak mereka miliki. Contoh lain, tipe 2 yang sedang rileks, akan mengambil karakter positif dari tipe 4, dan jika sedang tertekan akan mengambil karakter tipe 8. Dan begitu seterusnya dinamika hubungan pada tipe-tipe lainnya.
Selain panah, kepribadian kita dapat tercampur atau terpengaruhi oleh tipe di kanan dan kiri kita. Tipe di kanan dan kiri kita ini disebut dengan sayap. Contohnya, tipe 1 dengan sayap 2 yang lebih kuat, cenderung hangat, lebih suka menolong, mengkritik dan menguasai. Sedangkan tipe 1 dengan sayap 9 lebih kuat, cenderung lebih tenang, lebih santai, objektif dan menjaga jarak.
Tipe-tipe Enneagram dan Myers-Briggs Type Indicator
Bagian akhir buku Enneagram ini berisi penjelasan tentang tipe-tipe kepribadian yang sudah diakui, yaitu Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) dan kecocokannya dengan tipe-tipe dalam enneagram. MBTI sendiri adalah suatu inventori kepribadian yang berlandaskan pemikiran dari Carl Gustav Jung, seorang psikiater asal Swiss. Inventori ini mengukur kecenderungan individu berdasarkan empat skala : ekstraversion atau introversion, sensing atau intuition, thinking atau feeling, serta judging atau perceiving. Terakhir, terdapat tabel hubungan antara sistem dalam enneagram dan MBTI.
Komentar
Ada beberapa hal yang membuat buku ini menjadi menarik untuk dibaca, seperti :
1. Buku berjudul The Enneagram Made Easy terbitan Harper San Fransisco ini, diterjemahkan dengan cukup baik sehingga tidak menyulitkan pembaca dalam memahami isinya. Walau kadang masih terdapat kesalahan dalam pengetikannya.
2. Banyak sekali ilustrasi menarik, baik penjelasan masing-masing tipe maupun perbandingan antara satu tipe dengan tipe lainnya. Tak jarang ilustrasi tersebut berisi lelucon yang mampu menciptakan suasana menyenangkan ketika membaca buku ini.
ilustrasi Enneagram
3. Di awal penjelasan tipe, ada 20 butir pernyataan yang menggambarkan tipe kepribadian tersebut. Pembaca dapat memberi ceklis pada karakteristik yang menggambarkan kepribadiannya. Pernyataan ini dapat membantu pembaca untuk menemukan tipe kepribadiannya dalam enneagram.
4. Penjelasan masing-masing tipe juga cukup banyak ragamnya, mulai dari karakter positif dan negatif tiap tipe, cara bergaul, komentar orang-orang sekitar, hingga saran dan latihan yang tepat untuk tiap tipe.
Namun, ada beberapa hal yang kurang dari buku ini, seperti :
1. Tidak jelas apakah kedua puluh pernyataan yang ada di tiap tipe, didapat menggunakan metode penyusunan alat tes yang baik, sehingga memang benar-benar mampu menggambarkan tiap tipe dengan tepat.
2. Penjelasan tentang tiga pusat dalam tubuh; jantung, perut dan kepala, dirasa kurang memadai, sehingga tidak terlalu memberikan pemahaman yang lebih terhadap kepribadian manusia.
3. Perbandingan antara tipe-tipe dalam enneagram dengan tipe-tipe jungian (MBTI) dirasa agak janggal. Ada kesan bahwa tipe-tipe jungian memang ‘ditempel’ agar pembaca semakin percaya dengan tipe-tipe dalam enneagram, sebab tipe-tipe jungian sudah ada, digunakan dan diakui secara luas sejak lama.
4. Tabel perbandingan sistem dalam enneagram dan MBTI tidak disertai penjelasan, sehingga menyulitkan pembaca untuk memahami arti tabel tersebut.
5. Sampul buku asli The Ennegram Made Easy lebih menarik untuk dilihat daripada sampul buku versi indonesia yang terlalu ‘gelap’.

Kesimpulan dari saya, buku ini cocok bagi pembaca yang ingin mengenali kepribadiannya, namun tidak ingin membaca buku psikologi tentang teori kepribadian. Sebab sesuai dengan slogannya, buku ini memang bisa membantu mengenali kepribadian kita dengan cara yang lebih asyik.